Sabtu, 26 Maret 2011 di 00.00 |  
ARTI PENTING ASAS LEGALITAS
Asas Legalitas dan Aspek-aspeknya
Dalam hukum Romawi kuno yang menggunakan bahasa Latin, tidak dikenal apa yang
disebut asas legalitas.

Pada saat itu dikenal kejahatan yang disebut  criminal extra
ordinaria, yang berarti ‘kejahatan-kejahatan yang tidak disebut dalam undang-undang’. Di
antara  criminal extra ordinaria  ini yang terkenal adalah  crimina stellionatus  (perbuatan
durjana/jahat).

Dalam sejarahnya, criminal extra ordinaria ini diadopsi raja-raja yang berkuasa. Sehingga
terbuka peluang yang sangat lebar untuk menerapkannya secara sewenang-wenang. Oleh
karena itu, timbul pemikiran tentang harus ditentukan dalam peraturan perundangundangan terlebih dahulu perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dipidana.

Dari sini
timbul batasan-batasan kepada negara untuk menerapkan hukum pidana.
Menurut Jan Remmelink, agar dipenuhinya  hak negara untuk menegakkan ketentuan
pidana  (jus puniendi), diperlukan lebih dari sekadar kenyataan bahwa tindakan yang
dilakukan telah memenuhi perumusan delik. Tetapi diperlukan lagi norma lain yang harus
dipenuhi, yaitu norma mengenai berlakunya  hukum pidana. Di antaranya, berlakunya
hukum pidana menurut waktu  (tempus)  -- di samping menurut tempat  (locus). Norma ini
sangat penting untuk menetapkan tanggung jawab pidana.


Bila suatu tindakan telah memenuhi unsur delik yang dilarang, tetapi ternyata dilakukan
sebelum berlakunya ketentuan tersebut, tindakan itu bukan saja tidak dapat dituntut ke
muka persidangan, tetapi juga pihak yang terkait tidak dapat dimintai
pertanggungjawabannya. Harus ada ketentuannya terlebih dahulu yang menentukan bahwa
tindakan tersebut dapat dipidana. Norma seperti inilah yang disebut sebagai asas legalitas




atau legaliteitbeginsel atau Principle of Legality. Ajaran asas legalitas ini sering dirujuk sebagai nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali, artinya: tiada delik, tiada pidana, tanpa didahului oleh ketentuan pidana dalam
perundang-undangan. Walaupun menggunakan bahasa Latin, menurut Jan Remmelink,
asal-muasal adagium di atas bukanlah berasal dari hukum Romawi Kuno. Akan tetapi
dikembangkan oleh juris dari Jerman  yang bernama von Feuerbach, yang berarti
dikembangkan pada abad ke-19 dan oleh karenanya harus dipandang sebagai ajaran klasik.
Dalam bukunya yang berjudul  Lehrbuch des Peinlichen Rechts  (1801), Feuerbach
mengemukakan teorinya mengenai tekanan jiwa  (Psychologische Zwang Theorie).
Feuerbach beranggapan bahwa suatu ancaman pidana merupakan usaha preventif terjadinya
tindak pidana. Apabila orang telah mengetahui sebelumnya bahwa ia diancam pidana
karena melakukan tindak pidana, diharapkan akan menekan hasratnya untuk melakukan
perbuatan tersebut.

Oleh karena itu harus dicantumkan dalam undang-undang.
Jauh sebelum asas ini muncul, seorang filsuf Inggris, Francis Bacon (1561-1626) telah
memperkenalkan adagium ‘moneat lex, priusquam feriat’, artinya: undang-undang harus
memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkandung
di dalamnya.

Dengan demikian, asas legalitas  menghendaki bahwa ketentuan yang
memuat perbuatan dilarang harus dituliskan terlebih dahulu.
Dalam tradisi sistem civil law, ada empat aspek asas legalitas yang diterapkan secara ketat,
yaitu: Peraturan perundang-undangan  (law), retroaktivitas  (retroactivity),  lex certa, dan
analogi.

Mengenai keempat aspek ini, menurut Roelof H Haveman, though it might be
said that not every aspect is that strong on its own, the combination of the four aspects
gives a more true meaning to principle of legality.


ƒ Lex Scripta
Dalam tradisi  civil law, aspek pertama adalah penghukuman harus didasarkan pada
undang-undang, dengan kata lain berdasarkan hukum yang tertulis. Undang-undang
(statutory, law)  harus mengatur mengenai tingkah laku (perbuatan) yang dianggap
sebagai tindak pidana. Tanpa undang-undang yang mengatur mengenai perbuatan yang
dilarang, maka perbuatan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana. Hal ini
berimplikasi bahwa kebiasaan tidak bisa dijadikan dasar menghukum seseorang. Tidak bisanya kebiasaan menjadi dasar penghukuman bukan berarti kebiasaan tersebut
tidak mempunyai peran dalam hukum pidana.  Ia menjadi penting dalam menafsirkan
element of crimes  yang terkandung dalam tindak pidana yang dirumuskan oleh undangundang tersebut.
ƒ Lex Certa
Dalam kaitannya dengan hukum yang tertulis, pembuat undang-undang (legislatif)
harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai perbuatan yang disebut dengan
tindak pidana (kejahatan, crimes)

Hal inilah yang disebut dengan asas lex certa atau .
bestimmtheitsgebot. Pembuat undang-undang harus mendefinisikan dengan jelas tanpa
samar-samar  (nullum crimen sine lege stricta), sehingga tidak ada perumusan yang
ambigu mengenai perbuatan yang dilarang dan diberikan sanksi. Perumusan yang tidak
jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan
menghalangi keberhasilan upaya penuntutan (pidana) karena warga selalu akan dapat
membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu tidak berguna sebagai pedoman
perilaku.

Namun demikian, dalam prakteknya tidak selamanya pembuat undang-undang dapat
memenuhi persyaratan di atas. Tidak jarang perumusan undang-undang diterjemahkan
lebih lanjut oleh kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat apabila norma tersebut
secara faktual dipermasalahkan.


ƒ Non-retroaktif
Asas legalitas menghendaki bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
merumuskan tindak pidana tidak dapat  diberlakukan secara surut (retroaktif).
Pemberlakuan secara surut merupakan suatu kesewenang-wenangan, yang berarti
pelanggaran hak asasi manusia. Seseorang  tidak dapat dituntut atas dasar undangundang yang berlaku surut. Namun demikian, dalam prakteknya penerapan asas
legalitas ini terdapat penyimpangan-penyimpangan. Sebagai contoh, kasus Bom Bali,
kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor-Timur, dan kasus Tanjung Priok. Dalam
kasus-kasus tersebut, asas legalitas disimpangi dengan memberlakukan asas retroaktif. Jika ditinjau lebih jauh, penerapan asas retroaktif ini dikarenakan karakteristik
kejahatan-kejahatan dalam kasus tersebut yang sangat berbeda dengan jenis kejahatan
biasa.
Sejalan dengan itu, menurut Prof. Dr. Romli Atmasasmita, prinsip hukum nonretroaktif tersebut berlaku untuk pelanggaran pidana biasa, sedangkan pelanggaran hak
asasi manusia bukan pelanggaran biasa, oleh karenannya prinsip non-retroaktif tidak
bisa dipergunakan.

ƒ Analogi
Seperti disebutkan di muka, asas legalitas membatasi secara rinci dan cermat tindakan
apa saja yang dapat dipidana. Namun demikian, dalam penerapannya, ilmu hukum
memberi peluang untuk dilakukan interpretasi terhadap rumusan-rumusan perbuatan
yang dilarang tersebut.

Dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa metode atau
cara penafsiran, yaitu: penafsiran tata bahasa atau gramatikal, penafsiran logis,
penafsiran sistematis, penafsiran historis, penafsiran teleologis atau sosiologis,
penafsiran kebalikan, penafsiran membatasi, penafsiran memperluas, dan penafsiran
analogi.

Dari sekian banyak metode penafsiran tersebut, penafsiran analogi

telah
menimbulkan perdebatan di antara para yuris yang terbagi ke dalam dua kubu,
menerima dan menentang penafsiran analogi.

Secara ringkas, penafsiran analogi
adalah apabila terhadap suatu perbuatan yang pada saat dilakukannya tidak merupakan tindak pidana, diterapkan ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk
tindak pidana lain yang mempunyai sifat  atau bentuk yang sama dengan perbuatan
tersebut, sehingga kedua perbuatan tersebut dipandang analog satu dengan lainnya.
Menurut Prof. Andi Hamzah, ada dua macam analogi, yaitu: gesetz analogi dan recht
analogi.  Gesetz analogi adalah analogi terhadap perbuatan yang sama sekali tidak
terdapat dalam ketentuan pidana. Sementara  recht analogi adalah analogi terhadap
perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang dalam
ketentuan hukum pidana.
Diposting oleh aditya s gates Label:

0 komentar:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates.
Distributed by Deluxe Templates